Monday, March 30, 2020

Akankah Pandemi COVID-19 Mempengaruhi Global Supply Chain?


OpinionDay #42
Oleh : Erwin K. Awan (SSG-059)

COVID-19 menghantam dunia usaha di seluruh dunia dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak usaha yang tutup, berhenti berproduksi, dan industri manufaktur global terganggu.

Industri berskala besar seperti elektronik, otomotif, dan lain-lain telah terpengaruh secara signifikan disebabkan salah satu faktornya karena China telah menjadi pusat produksi dunia selama 3 dekade terakhir. China menyediakan sebagian besar komponen, bahan mentah atau olahan, serta subsistem utama untuk produsen secara global.

Tidak hanya produsen peralatan asli China (OEM / Original Equipment Manufacturer) menghadapi tantangan untuk melanjutkan kembali kapasitas produksi mereka, produsen global juga merasakan dampak kurangnya suku cadang dalam jaringan pasokan mereka.

Hal ini diperburuk dengan lambatnya perusahaan di China untuk melanjutkan produksi normal karena berbagai faktor seperti kurangnya suku cadang dari pemasok terbawah mereka; kurangnya tenaga kerja yang kemungkinan masih tidak bisa kemana-mana karena lock-down, serta lambatnya pemulihan jaringan transportasi karena penutupan jalan dan peraturan serta prioritas darurat lainnya.

Banyak OEM manufaktur global saat ini yang berusaha keras untuk menemukan solusi alternatif, termasuk mengalihkan order secepatnya ke supplier sekunder atau tersier untuk menggantikan pengiriman yang terlewat dari pemasok utama mereka dan memindahkan beberapa prioritas bisnis inti kembali ke pabrik mereka sendiri.

Beberapa OEM bahkan telah memberanikan diri untuk meng-install kembali sistem produksi mereka untuk membuat produk yang sama sekali berbeda. Salah satu contoh seperti yang dilakukan oleh produsen mobil Shanghai-GM-Wuling yang dengan cepat memperlengkapi kembali system produksinya untuk membuat masker medis ketika bisnis otomotif turun lebih dari 90% di China. Keputusan ini memberikan reputasi positif bagi perusahaan karena konstribusinya dalam mengurangi penyebaran COVID-19 serta secara bersamaan menghasilkan pendapatan yang memuaskan bagi perusahaan.

Ada juga yang sudah mulai mengadopsi otomatisasi untuk mengatasi problem kekurangan tenaga kerja dan juga menerapkan teknologi untuk melakukan pelatihan kilat bagi tenaga kerja yang baru direkrut.

Secara tradisional, eksekutif perusahaan menganggap biaya, kualitas, dan pengiriman sebagai metric utama mereka ketika mengembangkan strategi rantai nilai pasokan. Tetapi seperti yang ditunjukkan oleh krisis baru-baru ini, peristiwa global besar yang disebabkan oleh pandemi seperti COVID-19, serta bencana alam, perubahan iklim, dan ketegangan geopolitik, dapat menciptakan gangguan signifikan pada pasokan bagian atau produk yang dapat diandalkan.

Supply value chains tidak dapat dibangun dalam semalam. Dibutuhkan usaha serta waktu untuk mengkualifikasi pemasok potensial dari sisi kualitas, kapasitas, pengiriman, biaya pembuatan, serta kemampuan mereka untuk merespons perubahan dari sisi teknik maupun permintaan. Karenanya, supply value chains dirancang untuk kebutuhan jangka panjang. Dan sekali sudah terbentuk, akan sulit untuk merubahnya secara cepat untuk beradaptasi dengan gangguan yang tidak terduga.

Pandemi COVID-19 telah mengingatkan para pembuat keputusan di perusahaan bahwa ada kebutuhan untuk mengembangkan strategi bisnis baru dalam desain supply chain mereka di masa depan. KPI yang akan dipertimbangkan untuk desain supply chain value di masa mendatang kemungkinan akan mengandung metrik tradisional seperti biaya, kualitas dan pengiriman, serta mengikutkan parameter kinerja baru, termasuk ketahanan, daya tanggap, dan konfigurasi ulang (atau dikenal sebagai 3R: Resilience, Responsiveness, Reconfigurability).

Lebih jauh, kedepannya akan ada peningkatan kebutuhan akan infrastruktur dan sarana teknis untuk menciptakan transparansi dalam supply chain global. Pastinya akan ada seruan untuk pengembangan prediktif model untuk penjadwalan yang proaktif dan perencanaan permintaan yang dinamis dengan mempertimbangkan ketidakpastian dan faktor risikonya. Model-model prediktif ini akan membantu para pembuat keputusan perusahaan melakukan what-if analysis dari berbagai macam skenario.

No comments:

Post a Comment

Related Posts