Belajar dan Ikut Serta Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Meningkatkan Keunggulan Bersaing Industri Indonesia
Monday, March 30, 2020
Akankah Pandemi COVID-19 Mempengaruhi Global Supply Chain?
OpinionDay #42
Oleh : Erwin K. Awan (SSG-059)
COVID-19 menghantam dunia usaha di seluruh dunia dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak usaha yang tutup, berhenti berproduksi, dan industri manufaktur global terganggu.
Industri berskala besar seperti elektronik, otomotif, dan lain-lain telah terpengaruh secara signifikan disebabkan salah satu faktornya karena China telah menjadi pusat produksi dunia selama 3 dekade terakhir. China menyediakan sebagian besar komponen, bahan mentah atau olahan, serta subsistem utama untuk produsen secara global.
Tidak hanya produsen peralatan asli China (OEM / Original Equipment Manufacturer) menghadapi tantangan untuk melanjutkan kembali kapasitas produksi mereka, produsen global juga merasakan dampak kurangnya suku cadang dalam jaringan pasokan mereka.
Hal ini diperburuk dengan lambatnya perusahaan di China untuk melanjutkan produksi normal karena berbagai faktor seperti kurangnya suku cadang dari pemasok terbawah mereka; kurangnya tenaga kerja yang kemungkinan masih tidak bisa kemana-mana karena lock-down, serta lambatnya pemulihan jaringan transportasi karena penutupan jalan dan peraturan serta prioritas darurat lainnya.
Banyak OEM manufaktur global saat ini yang berusaha keras untuk menemukan solusi alternatif, termasuk mengalihkan order secepatnya ke supplier sekunder atau tersier untuk menggantikan pengiriman yang terlewat dari pemasok utama mereka dan memindahkan beberapa prioritas bisnis inti kembali ke pabrik mereka sendiri.
Beberapa OEM bahkan telah memberanikan diri untuk meng-install kembali sistem produksi mereka untuk membuat produk yang sama sekali berbeda. Salah satu contoh seperti yang dilakukan oleh produsen mobil Shanghai-GM-Wuling yang dengan cepat memperlengkapi kembali system produksinya untuk membuat masker medis ketika bisnis otomotif turun lebih dari 90% di China. Keputusan ini memberikan reputasi positif bagi perusahaan karena konstribusinya dalam mengurangi penyebaran COVID-19 serta secara bersamaan menghasilkan pendapatan yang memuaskan bagi perusahaan.
Ada juga yang sudah mulai mengadopsi otomatisasi untuk mengatasi problem kekurangan tenaga kerja dan juga menerapkan teknologi untuk melakukan pelatihan kilat bagi tenaga kerja yang baru direkrut.
Secara tradisional, eksekutif perusahaan menganggap biaya, kualitas, dan pengiriman sebagai metric utama mereka ketika mengembangkan strategi rantai nilai pasokan. Tetapi seperti yang ditunjukkan oleh krisis baru-baru ini, peristiwa global besar yang disebabkan oleh pandemi seperti COVID-19, serta bencana alam, perubahan iklim, dan ketegangan geopolitik, dapat menciptakan gangguan signifikan pada pasokan bagian atau produk yang dapat diandalkan.
Supply value chains tidak dapat dibangun dalam semalam. Dibutuhkan usaha serta waktu untuk mengkualifikasi pemasok potensial dari sisi kualitas, kapasitas, pengiriman, biaya pembuatan, serta kemampuan mereka untuk merespons perubahan dari sisi teknik maupun permintaan. Karenanya, supply value chains dirancang untuk kebutuhan jangka panjang. Dan sekali sudah terbentuk, akan sulit untuk merubahnya secara cepat untuk beradaptasi dengan gangguan yang tidak terduga.
Pandemi COVID-19 telah mengingatkan para pembuat keputusan di perusahaan bahwa ada kebutuhan untuk mengembangkan strategi bisnis baru dalam desain supply chain mereka di masa depan. KPI yang akan dipertimbangkan untuk desain supply chain value di masa mendatang kemungkinan akan mengandung metrik tradisional seperti biaya, kualitas dan pengiriman, serta mengikutkan parameter kinerja baru, termasuk ketahanan, daya tanggap, dan konfigurasi ulang (atau dikenal sebagai 3R: Resilience, Responsiveness, Reconfigurability).
Lebih jauh, kedepannya akan ada peningkatan kebutuhan akan infrastruktur dan sarana teknis untuk menciptakan transparansi dalam supply chain global. Pastinya akan ada seruan untuk pengembangan prediktif model untuk penjadwalan yang proaktif dan perencanaan permintaan yang dinamis dengan mempertimbangkan ketidakpastian dan faktor risikonya. Model-model prediktif ini akan membantu para pembuat keputusan perusahaan melakukan what-if analysis dari berbagai macam skenario.
Sunday, March 29, 2020
Bisnis Logistik di Era VUCA + Covid-19
Oleh : Anang Fahmi Syarif (SSG-144)
Pengusaha Logistik di Indonesia bahkan hampir di seluruh dunia bukan saja dihadapkan dengan bagaimana bertahan di kondisi perekonomian global dan pengaruh COVID-19 saat ini atau bahkan momen setelah COVID-19 sudah mereda (tetapi akan ada issue lain lagi yang bisa muncul). Secara umum, market dan perekonomian secara global akan butuh energi untuk bergairah dan pulih kembali, tetapi dengan selang waktu outbreak saat ini, jelas akan merubah banyak hal baik di gaya hidup, kapasitas daya beli, baik di level pasar tradisional sampai modern serta di manufaktur.
Pengalaman berbicara, dunia selalu memiliki cara dalam seleksi alam bagi para pemenang, termasuk para pebisnis di bidang logistik, memasuki masa-masa saat ini baik ketika situasi buruk terjadi, namun juga trend apa yang akan datang setelahnya.
Banyak hal yang para pengusaha logistik perlu lakukan, antara lain :
1. CASH, upayakan kondisi kas (cash-on-hand) bisnis Anda minimal untuk 12 bulan ke depan. Kita bisa mempelajari bahwa hampir semua bisnis yang tutup atau bergejolak biasanya karena cadangan kas habis, karena uang itu darah buat operasional bisnis Anda.
2. Analisa dan buat perubahan di perencanaan bisnis (Business Plan Re-Engineering) serta perencanaan ulang Market & Financial Forecast yang berkelanjutan sampai dengan minimal 12 bulan kedepan. Anda perlu membuat pemetaan mitigasi dari dampak kondisi yang sedang terjadi (ekonomi, momen bulanan dan COVID-19) kepada bisnis Anda termasuk biaya pengeluaran / operasional, cadangan kas, target pemasukan / penjualan dan kalau perlu skema permodalan yang sedang dan akan bisnis Anda lakukan.
3. Anda sebagai pemilik bisnis, ajaklah tim Anda untuk melakukan peningkatan valuasi atau bahkan melakukan PIVOT. Anda bisa mempelajari dari market anda di masa VUCA ini. Apakah jenis produk dan layanan logistik Anda yang akan mudah ditinggalkan para pelanggan, atau anda telah menangkap peluang baru yang tersedia di balik era sulit ini? Anda dan Tim harus bisa bekerjasama dan berpikir keras untuk melakukan hal tersebut. Anda bisa menggunakan apa yang anda lakukan dan pelajari di masa resesi dan COVID-19 ini untuk berpindah ke produk, sektor, jenis layanan logistik atau business model baru bila memungkinkan.
4. Tekan Biaya Operasional (Operational Cost Thrifty). Tim Anda harus benar-benar melakukan perubahan strategi operasioanl dari cara-cara sebelumnya. Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah menunda belanja modal (Capex) atau mencari alternative kepada konsep sewa atau per job (OPEX), menurunkan biaya operasional, dan yang ujungnya adalah kepada menurunkan Unit Cost (HPP). Anda bahkan perlu menghapus biaya yang tidak berhubungan langsung dengan penjualan.
5. Bagi para pemilik bisnis logistik ini memang menjadi dilema, yaitu adalah menunda kenaikan upah, pemberian bonus dan THR. Kondisi saat ini sedang sulit dan kita mesti bertahan, bukan saatnya di zona nyaman walau itu adalah hak dari para karyawan.
6. Di bidang pemasaran dan penjualan yang bisa Anda lakukan dalah menurunkan biaya pemasaran dan optimasi strategi Anda untuk mendapatkan pelanggan (costumer acquisition cost / CAC) dengan biaya seminimal mungkin dan Life Time Value lebih tinggi. Karena sekarang sudah mulai viral Teleconference, Anda perlu mempertimbangkan pembahasan melalui teknologi yang sudah banyak di pasaran.
7. Lakukan negosiasi ulang dengan vendor dan supplier tentang perpanjangan pembayaran tagihan atau pengembalian inventori yang tidak terpakai. Kaji ulang model kerjasama dengan para vendor, gunakan media online seperti marketplace logistik yang sudah banyak untuk mendapatkan vendor dengan harga yang bisa mendukung pola pembayaran yang menarik.
8. Lakukan ini jika perlu, FUNDING. Pertimbangkan untuk mencari investasi atau pemodalan baru. Bila anda punya sumber pendanaan (investor) yang potensial, segera ambil. Anda butuh cash-nya. Khususnya bila usaha anda justru mengalami peningkatan di masa wabah dan dapat menciptakan keberlanjutan peningkatan tersebut pada pasca-wabah, ini saat yang tepat untuk melakukan funding.
9. Anda perlu mengkaji ulang terhadap proses rekrutment karyawan atau bahkan menghentikan rekrutmen terutama pada bagian yang tidak berhubungan langsung dengan pertumbuhan pemasaran dan penjualan (profit center).
Anang Fahmi
IPOMS SSG
Friday, March 27, 2020
CA#04 : Ruang Lingkup & Manajemen Logistik Terpadu
RUANG LINGKUP & MANAJEMEN LOGISTIK TERPADU
MANAJEMEN LOGISTIK
Suatu proses mengendalikan baik itu berupa perencanaan sampai pada pengawasan segala bentuk sumber daya logistik yanga da agar nantinya dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien.
MANAJEMEN LOGISTIK TERPADU
Sistem logistik terpadu berhubungan secara langsung dengan berbagai bidang dalam perusahaan, seperti bidang produksi operasi, keuangan, teknik, sumber daya manusia dan pemasaran.
- Logistik dalam
- Konversi operasi
- Logistik luar
Monday, March 23, 2020
Logistic Bridge Model Introduction
Oleh : Suryo Wahono (SSG-339)
Logistic Bridge Model yang selanjutnya kita cukup sebut sebagai LBM adalah sebuah platform untuk mendesain dan mengimplementasikan strategi logistik berdasarkan prinsip - prinsip lean six sigma.
LBM ini penting sebagai kompas penujuk arah. Selain itu dengan pendekatan DMAIC, LBM diharapkan menjadi common language dalam organisasi sehingga akan mudah difahami oleh semua level dalam organisasi. LBM dengan mengadopsi value proposition lean six sigma mampu menarik perhatian manajemen puncak.
Dalam LBM ada beberapa prinsip utama, yaitu:
1. Arus Logistik
2. Kemampuan Logistik
3. Disiplin Logistik
Arus Logistik
Sebagaimana dalam supply chain yang mempunyai beberapa arus, logistik juga mempunyai arus logistik. Arus ini adalah aspek krusial dalam strategi logistik. Arus logistik memberikan gambaran kekuatan, kelemahan, kesempatan dan Batasan. Arus logistik pada intinya memberikan gambaran jelas efetifiitas organisasi. Tiga Arus utama dalam logistik:
1. Arus Aset
2. Arus Informasi
3. Arus Finansial
Kemampuan Logistik
Kemampuan logistik berkaitan dengan kemampuan melayani kebutuhan pelanggan secara efektif. Jika kita sudah memahami arus asset dan arus informasi dalam organisasi maka pertanyaan selanjutnya adalah “Apakah organisasi mampu melayaninya”. Kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan infrastruktur organisasi.
Disiplin Logistik
Untuk mengelola dengan barik arus logistik dan kemampuan logistik maka diperlukan disiplin logistik sebagai kepingan terakhir puzzle untuk mendevelop strategi logistik.
Logistik itu dikemudikan oleh manusia dan proses. Oleh karena itu diperlukan disiplin logistik untuk mencapai kefektifan. Jika kedisplinan dalam manusia dan proses tidak tercapai maka kemustahilan bisa mencapai efektifitas.
Penyebab utama dari kegagalan adalah ketidakdisiplinan.
Kesimpulannya, LBM adalah komprehensif platform untuk mendesain dan mengimplementasikan strategi logistik dalam organisasi. Dengan memegang tiga prinsip utama dalam LBM, organisasi diharapkan secara efektif mampu melayani kebutuhan pelanggan. Jika kebutuhan pelanggan terlayani secara efektif maka organisasi akan bertumbuh dan berkembang secara optimal.
Semoga Bermanfaat
Be Infinite or Behind
Friday, March 20, 2020
CA#03 : Konsep Dasar Logistik dan Administrasi Logistik
Thursday, March 19, 2020
Model Transaksi Pembelian, Pemasok Kerupuk dan Es Lilin
Oleh : Fauzi Arif RH (SSG-004)
Kembali lagi melihat warung Bu Is yang siang itu terlihat ramai, yaitu warung yang ada kaleng krupuk berikut kerupuknya, es lilin, pisang goreng, masih ingat? Kegiatan pemasok krupuk yang mengganti krupuk dengan yang baru dan memberitahukan krupuk yang terjual, masih ingat? Masih ingat juga dengan pemasok es lilin dan pesanan bu Is?
Edisi kali ini kita akan mendiskusikan tentang strategi pembelian dari perspektif yang lain. Perspektif yang dimaksud disini adalah salah satunya dalam kaitannya dengan hubungan bisnis atau tingkat kepercayaan antara pemasok dan pembeli. Kadang ini disebut dengan model transaksi atau teknik pembelian. Apapun terminologi yang mau dipakai, ayo kita diskusikan satu per satu dengan santai sambil minum kopi dengan ketela goreng...:)
Tentu kita semua punya sahabat, kalau kita sudah lama bersahabat dan sahabat kita itu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik kepada kita maka tentu kita akan memberikan kepercayaan yang lebih dari sahabat-sahabat kita yang lain. Ketika dia ingin meminjam sesuatu dari kita, mungkin kita tidak akan berpikir panjang dan langsung mengabulkan keinginannya, betulkah? Demikian pula halnya saat kita bertetangga dengan orang yang baik dan amanah, kita akan melakukan hal yang sama dengan sahabat kita itu. Bisnis tidak jauh berbeda dengan keadaan yang diillustrasikan di atas. Dalam bisnis, derajat kepercayaan memberikan pengaruh dalam partnership yang ujungnya berdampak pada cara berbisnis dan model transaksi yang terjadi.
Penjual dan pembeli apakah itu B2B (Business to Business) atau B2C (Business to Consumer) adalah dua pihak yang mengikatkan dirinya pada suatu kesepakatan transaksi. Biasanya semakin lama dan semakin seringnya frekuensi dua pihak ini melakukan transaksi bisnis, semakin tinggi pula kepercayaan “meski tidak selalu” antar keduanya. Tingkat kepercayaan ini memberikan pengaruh pada teknik atau cara yang dipilih keduanya dalam bertransaksi jual beli. Diagram dibawah ini menunjukkan hubungan antara derajat kepercayaan penjual, derajat keuntungan pembeli dan teknik atau model transaksi yang dapat dipilih pada kondisi ada kesetaraan bargaining power (Daya tawar) antara kedua belah pihak.
Kasus warung bu Is, kira-kira yang mana ya? coba kita bahas sekilas satu per satu....
1. Payment in Advance (Bayar di depan)
Ketika penjual dan pembeli bertemu pertama kali, biasanya kepercayaan antar keduanya belum terbentuk atau bahkan belum ada. Pembeli yang menginginkan memesan atau membeli produk biasanya diminta untuk membayar terlebih dahulu harga produk secara penuh atau 100% sebelum barang dikirimkan bahkan terkadang sebelum produk diproduksi di pabriknya. Hal ini terjadi terutama pada produk-produk MTO (Make to Order) atau ETO (Engineer to order). Penjual tidak mau sama sekali ada resiko kegagalan pembelian setelah barang di produksi karena barang jenis tersebut biasanya tidak mudah dijual ke pembeli lain. Pada jenis pembelian ini, pembeli mempunyai resiko yang besar.
2. Down Payment (Pembayaran uang muka)
Down payment adalah transaksi dimana pembeli mesti menyetorkan sekian persen (X%) dana dari besaran harga yang disepakati kepada penjual/pemasok. Nilai X% ini bisa sangat bervariasi bergantung pada antara lain tingkat kepercayaan, jenis barang, nilai barang, kondisi moneter dan lain-lain. Pada jenis ini, supplier akan mulai melakukan aktifitas pengadaan raw material atau mulai melakukan proses produksi ketika down payment sudah dibayar oleh pembeli. Nilai X% dimainkan dalam kaitannya dengan risk management terkait misalnya resiko kegagalan pembelian dan lain-lain untuk meminimalkan kerugian jika itu terjadi terutama untuk produk yang termasuk dalam ETO atau MTO. Pada tingkatan ini, penjual mulai mempunyai resiko kerugian akan tetapi pembeli masih memiliki porsi resiko kerugian yang lebih besar dalam pembelian jenis ini.
3. Payment before delivery (Pembayaran sebelum pengiriman)
Pembelian dengan jenis payment before delivery mempunyai pengertian bahwa pembeli diharuskan melakukan pembayaran lakukan terlebih dahulu sebelum barang dikirim atau diserahterimakan. Pada transaksi jenis ini, pembeli masih mempunyai resiko kerugian yang besar terkait dengan kegagalan pengiriman secara total atau misalnya terkait waktu penerimaan meski pemasok sudah melakukan proses produksi barang pesanan dimaksud.
4. Third Party Involvement (Keterlibatan pihak ketiga)
Penjual dan pembeli tentu menginginkan resiko yang kecil dalam setiap transaksi yang dilakukan. Keterlibatan pihak ketiga apakah itu perbankan atau institusi yang lain memberikan rasa yang lebih aman dalam bertransaksi. Kita semua bisa membandingkan perasaan yang muncul atau mungkin sikap yang diambil dalam kaitan risk management ketika membeli barang melalui misalnya Bukalapak, tokopedia, shopee dan yang lain dibandingkan dengan misalnya penjual di OLX, atau toko online langsung dan diminta mentransfer sejumlah dana terlebih dahulu, Tentu berbeda bukan?. Dalam transaksi bisnis skala besar apalagi bisnis antar negara, keterlibatan pihak ketiga dalam hal ini biasanya perbankan mempunyai peran yang sangat penting dan dibutuhkan keberadaannya dalam aspek menurunkan resiko kerugian kedua belah pihak. L/C (Letter of credit) menjadi sebuah instrumen yang sering digunakan dalam kasus ini. Isi kesepakatan dalam L/C sangat bervariasi dan mengikat kedua belah pihak secara legal baik dalam persyaratan dokumen pengiriman, nama produk, bank ditunjuk, tenggat waktu pengiriman, tenggat waktu pembayaran dan lain-lain.
5. Payment after delivery (Pembayaran setelah pengiriman)
Kepercayaan penjual kepada pembeli sudah cukup besar sehingga penjual mau melepaskan produknya kepada pembeli meski belum ada pembayaran yang didapat. Durasi waktu pembayaran setelah pengiriman bisa beragam bergantung pada kesepakatan antara ke dua belah pihak, bisa seminggu, sebulan atau bahkan lebih lama lagi. Penjual mesti memikirkan kemampuan working capital dalam menjalankan bisnisnya ketika transaksi model ini diterapkan. Hal ini karena mereka mesti terus berproduksi, meski penjualan produknya belum memberikan adanya dana masuk.
6. Consignment
Consignment atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan konsinyasi mempunyai pengertian bahwa penjual mengirimkan barang/produknya di tempat atau di gudang pembeli tanpa adanya pengakuan penjualan dan tentu saja tanpa ada pembayaran dari pembeli. Produk tersebut masih tercatat sebagai persediaan penjual di laporan keuangan mereka. Pengakuan penjualan biasanya terjadi ketika produk tesebut digunakan oleh pembeli baik dalam berproduksi dan atau dijual oleh pembeli jika pembeli tersebut adalah distributor misalnya.
Dalam contoh warung bu Is, penjual es lilin menitipkan es lilin di warung Is. Bu Is akan membayar sejumlah es lilin yang laku dan es lilin tersebut merupakan milik pemasok es lilin tersebut. Bu Is bertanggungjawab menjaga agar es lilin tersebut tidak hilang atau rusak.
Dalam konteks bisnis yang lebih besar, perjanjian lebih detail menyangkut produk dan tanggungjawab menjaga produk dibahas dan disepakati bersama. Bisa saja misalnya penjual mensyaratkan bahwa produk harus dibeli jika sudah mencapai durasi waktu tertentu misal setahun. Hal ini berarti jika barang tidak digunakan atau terjual selama setahun, sejak penerimaan misalnya, barang tersebut harus dibeli oleh pembeli. Demikian pula dengan tanggungjawab perawatan, dimana jika terjadi kerusakan selama penyimpanan, maka barang tersebut menjadi milik pembeli alias harus dilakukan pembayaran.
7. Vendor Managed Inventory (VMI)
Ketika hubungan bisnis sudah sangat baik dan kepercayaan antar pelaku bisnis dan tentu saja faktor di luar itu mendukung, Penjual bisa menerapkan model bisnis vendor managed inventory. Vendor managed inventory merupakan hubungan bisnis yang saling menguntungkan antara pembeli dan vendor. VMI pertama kali diterapkan oleh Wall-Mart, sebuah perusahaan ritel besar di America Serikat dengan bermitra dengan Proctor dan Gamble pada tahun 1980-an. Strategi VMI yang dilakukan Walmart ini berjalan sangat efektif sehingga biaya distribusi mereka tercatat kurang dari 2% dari penjualannya. Dikatakan bahwa Walmart mempunyai biaya distribusi kira-kira 50% lebih baik daripada pesaingnya.
Model bisnis pemasok kerupuk di warung bu Is tersebut adalah salah satu miniatur model transaksi Vendor managed Inventory, dimana dia yang mengurus pasokan, replenishment, penghitungan inventory, dan lain-lain. Bu Is sebagai pembeli hanya menyediakan tempat “gudang” bagi krupuk dan melakukan aktifitas berkaitan dengan penjualan misalnya menentukan lokasi “placement”, menawarkan dan lain-lain. Tidak ada pencatatan inventory baik beginning balance maupun ending balance inventory, bahkan penjualannya pun dihitung oleh pemasok. Dalam bisnis skala besar, tentu tidak sesederhana yang terjadi di warung Is akan tetapi memerlukan aspek aspek transaksi dengan kompleksitas yang lebih tinggi.
Prinsip dasar dari Vendor Managed Inventory adalah dimana vendor atau pemasok bertanggungjawab dalam mengelola persediaan di tempat pembeli (Kuk, 2004). Hal ini sangat jauh berbeda dengan pembeli yang biasanya mengelola banyak sekali macam produk, pada VMI produk dikelola oleh pemasok dan dengan variasi produk yang relatif terbatas sehingga tidak membutuhkan pengetahuan yang luas dan biasanya lebih mudah dalam aspek peramalan persediaan. Jika perusahaan menerapkan strategi VMI pada semua item barang, maka praktis perusahaan tersebut tidak lagi banyak upaya dalam melakukan pengelolaan barang pasokan. Bisakah?
Kalau dilihat pada diagram di atas, VMI berada pada posisi derajat kepercayaan penjual yang sangat tinggi yang tentunya juga butuh iklim bisnis dan infrastruktur yang mendukung untuk bisa diterapkan. Untuk membangun kepercayaan penjual biasanya dibutuhkan hubungan bisnis yang berjalan lama dan konsistensi dalam hubungan yang saling menguntungkan dan amanah satu sama lain. Jika tidak, maka akan sangat sulit untuk diterapkan disamping karakter produk yang juga berpengaruh.
Selain hal-hal di atas, seperti disebutkan sebelumnya bargaining power (daya tawar) ke dua belah pihak juga menjadi faktor penentu dalam pemilihan jenis atau model transaksi jual beli yang disepakati. Pemasok yang daya tawarnya sangat rendah karena hidup atau mati bisnisnya bergantung pada satu pembeli, akan menuruti apa yang dikehendaki oleh pembeli demikian pula sebaliknya. Apakah demikian dengan warung Is?
Ditulis oleh Fauzi Arif RH (FA-2020-04)
Sunday, March 15, 2020
Keputusan Pembelian
OpinionDay #38
Oleh : Fauzi Arif RH (SSG-004)
Masih melihat warung Bu Is yang siang itu terlihat ramai, yaitu warung sederhana yang bambu dan genteng asbes. Warung yang saat itu pembelinya terlihat banyak dan pemasok yang juga terlihat melakukan transaksi pasokan, Masih ingat?
Tentu dalam contoh warung itu, banyak sekali keputusan diambil, apakah keputusan memasok yaitu memilih warung bu Is sebagai partner bisnisnya, keputusan bu Is dalam menerima pasokan dan teknik pembelian yang ditawarkan pemasok, keputusan berproduksi, keputusan pelanggan yang membeli jualan bu Is dan keputusan-keputusan lain yang bisa juga terjadi dalam warung bu Is tersebut.
Edisi kali ini kita akan mendiskusikan tentang bagaimana pengambilan keputusan pembelian dilakukan. Ada beberapa teori perilaku terkait pengambilan keputusan pembelian dan tentu juga keputusan lain karena teori perilaku ini berlaku umum. Agustinus Johanes Djohan (2016) dalam bukunya Manajemen dan Strategi Pembelian menyatakan bahwa perilaku pembelian sering disebut sebagai perilaku konsumen, yang banyak berhubungan dengan ilmu psikologi. Perilaku konsumen merupakan dasar dari ilmu manajemen pemasaran. Selanjutnya dia menyebutkan 2 (dua) dasar studi perilaku yaitu Psycho-analysis theory dan Learning Theory (Behaviorism).
1. Psyco-analysis theory yang dikembangkan oleh sigmund Freud menyatakan bahwa perilaku merupakan interaksi dalam struktur kepribadian manusia yaitu: id, ego dan superego. Sigmund Freud dan William Mc Dougal mengembangkan Teori Insting, yang berdasarkan teori evolusi dari Charles Darwin. Darwin mengatakan bahwa tindakan intelligent merupakan insting yang diwariskan. Dalam studi perilaku teori psikoanalisa sebenarnya sudah banyak ditinggalkan, kecuali dalam ilmu sexologi. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir, aspek kepribadiannya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Berdasar teori ini, keputusan pembelian dapat dikatakan didasarkan pada insting pelakunya. Sigmud Freud adalah seorang psikolog dan filosof terkemuka dan terkenal dan dalam hidupnya pernah mendapatkan penghargaan Goethe Prize.
2. Learning Theory (Behaviorism)
Teori ini dikembangkan oleh Watson, Pavlov, Skinner, Hull. teori ini berpendapat bahwa perilaku manusia dibentuk melalui proses belajar atau pengaruh lingkungan. Dalam mengembangkan teori ini mereka melakukan eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan sebagai percobaan.
Macam-macam learning theory yang ada terdiri dari:
• Stimulus Response Theory (S-R Theory). Misal: hadiah dan hukuman pada tikus; iklan yang terus menerus.
• Cognitive Theory Pengaruh : sikap, keyakinan, pengalaman, manfaat.
• Gestalt dan Field Theory: Interaksi manusia dengan lingkungannya sebagai keseluruhan (totalitas). Gestalt Theory Dikembangkan oleh Max Wertheimer dan Wolfgang Kohler sehingga kadang teori ini dipisahkan tersendiri dari Learning theory. Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang sulit diterjemahkan secara tepat. Prinsip teori Gestalt ini adalah bahwa suatu gejala atau fenomena harus dan bisa dimengerti sebagai suatu totalitas (keseluruhan) artinya bahwa sesuatu tidak bisa dilihat sebagai sepotong-sepotong namun harus secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. Salah satu yang bisa kita contohkan adalah tentang sebuah lagu. Dimana sebuah lagu tidak akan terdengar enak sebagai sebuah lagu apabila lagu tersebut dipotong-potong ke dalam nada-nada yang terpisah satu dengan yang lain. Dalam teori Gestalt, manusia berikut kesadaran dan tingkah lakunya dipandang sebagai satu kestuan atau suatu totalitas, dan totalitas ini berbeda dan lebih besar dari jumlah bagian-bagian.
Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa setiap keputusan pembelian atau keputusan lain yang dibuat seseorang akan dipengaruhi oleh perilaku si orang tersebut sebagai hasil dari kepribadian yang bersangkutan. Jika anda seorang pemasar, maka menjadi sangat penting untuk mengetahui secara detail hal-hal yang terkait dengan kepribadian si pengambil keputusan pembelian. Pada kasus sederhana di warung bu Is, pemasok kira-kira mesti apa ya?
Buchari (2004) menyatakan bahwa suatu keputusan pembelian merupakan suatu keputusan konsumen yang dipengaruhi oleh banyak faktor baik sifatnya makro maupun mikro yang antara lain seperti kualitas produk, harga, citra merek, lokasi, promosi, aspek politik, ekonomi, keuangan, teknologi, budaya, orang dan proses yang terkait. Hal ini akan menentukan sikap konsumen dalam mengelola segala informasi dan data yang diterima dan kemudian dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan berupa respon untuk membeli. Ada 3 (tiga) motif yang melatarbelakangi keputusan pembelian menurut Buchori (2004), yaitu:
• Selective buying motive, yaitu pemilihan terhadap barang dengan misalnya apakah ada benefit atau keuntungan bila membeli barang yang dimaksud. Contoh dalam kasus bu Is, apakah jika saya membeli krupuk A akan menambah penjualan warung saya atau tidak.
• Primary buying motive, yaitu motif untuk membeli yang memang menjadi kebutuhan misalnya kalau wanita ingin cantik akan mencari make up tidak dalam kasus memilih brand tertentu atau lokasi tertentu.
• Patronage buying motive, ini adalah pengembangan dari Selective buying motive yang sudah ditujukan atau diindikasikan kepada tempat atau toko tertentu. Pemilihan ini bisa timbul karena tempat dekat, cukup persediaan barang dan pelayanan memuaskan. Contoh misalnya apakah mesti beli pada toko A atau toko online, apakah mesti beli brand A atau brand B, dan lain-lain.
Sementara itu Kotler dan Amstrong (2008) menyatakan bahwa keputusan pembelian merupakan beberapa tahapan yang dilakukan oleh konsumen sebelum melakukan keputusan pembelian suatu produk. Tahapan-tahapan dimaksud Kotler dan Amstrong adalah pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan tingkah laku pasca pembelian. Bagaimana penjelasannya?..silahkan browsing bro .
Tahapan yang disampaikan Kotler dan Amstrong tersebut tidak selalu akan berurutan seperti urutan tulisan di atas akan tetapi bisa saja berbeda terutama pada kondisi informasi teknologi yang luar biasa seperti saat ini. Bisa saja seseorang yang tidak ada niatan membeli suatu barang, saat browsing muncul informasi tertentu yang membuat dia tertarik apakah itu berbentuk petualangan, wisata dan produk atau jasa tertentu dan mulai mencari informasi baik berupa penyedia, harga, testimoni atau yang lain sambil dia browing tentang produk-produk pendukung atau spesifikasi produk pendukung dimaksud.
Bagaimana dengan warung bu Is? Kira-kira begitukah dia dalam melakukan pengambilan keputusan? Bagaimana perusahaan anda atau praktisi purchaser anda dalam mengambil keputusan? Silahkan diamati...
Ditulis oleh Fauzi Arif RH (FA-2020-03)
Friday, March 13, 2020
Lean Six Sigma Logistic
Manufacturing
|
Logistics
|
Transportation
|
Transportation
|
Inventory
|
Inventory
|
Motion
|
Space
& facilities
|
Waiting
|
Time
|
Over
Production
|
Packaging
|
Over
ProcessingDefect
|
Administration
|
Defect
|
Knowledge
|
CA#02 : Introduction to Operations and Logistics Management
Hari Jumat, tanggal 13 Maret 2020 merupakan hari pertama dimulai Collaborative Action antara IPOMS (Indonesian Production and Operation Management Society) sebagai komunitas non-profit dengan LP3i sebagai pihak kampus.
Hal ini sejalan dengan misi IPOMS, yaitu salah satunya adalah sinergy & integration. Yang diterjemahkan dalam program kerja Collaborative Action, yaitu kegiatan bekerja sama dengan University / Institute, Company / Corporate, Association / Group.
Materi pertama yang diangkat adalah Introduction to Operations and Logistics Management. Dimana Operations Management adalah plans for, and creates the competitive advantages that all businesses need for fueling profitable growth. As a result, OM is the most critical of the business functions. Studying OM means studying modern planning, decision-making and management methods in all functional areas of an organization, including strategic and tactical planning, products and services development, product and project management, process and supply chain management, and more.
Thursday, March 12, 2020
Pengenalan Strategi Pembelian
Oleh : Fauzi Arif RH (SSG-004)
Siang itu warung Bu Is yang terletak di pojok jalan sebuah desa terlihat sangat ramai. Keramaian itu tidak saja karena banyak pembeli yang duduk berjubel di depan dan di samping warungnya, tetapi juga para rekanan pemasok barang dagangan yang juga antri melakukan aktifitas biasanya. Warung itu sederhana sekali berupa sebuah bangunan dari bambu dikombinasi dengan anyaman bambu dengan atap genteng berbahan asbes, yang sebenarnya sudah tidak layak dalam perspektif kesehatan, bukan genteng kualitas rumah gedongan. Selain jualan nasi, lauk pauk dan minumannya yang kelihatan di etalase kecil, warung Bu Is juga dilengkapi dengan kerupuk yang ada dalam kaleng-kaleng yang tergantung di bagian samping warung, pisang goreng di bagian depan dan juga es dalam plastik “es lilin” yang ada dalam kulkas kecil. Tampak daftar menu seadanya layaknya warung kampung di tempel di beberapa sisi.
Beberapa saat kemudian tukang krupuk, mengambil kaleng krupuk yang tergantung di warung, dilihat isinya dan dihitung, setelah itu dia meletakkan kaleng berisi kerupuk yang baru di tempatnya dan memberitahukan berapa yang sudah laku ke Bu Is. Bu Is langsung membayar sejumlah uang sesuai krupuk yang laku berdasar informasi dari pemasok krupuk. Berbeda halnya dengan traksaksi es lilin, ketika pemasok datang, Bu Is menghitungnya dan membayar sejumlah uang untuk es yang laku sambil berpesan bahwa es tidak perlu diambil dan akan dia simpan di kulkas dan juga berpesan minta dikirim es lilis jenis tertentu yang penjualannya cukup tinggi.
Berbicara supply chain, warung Bu Is di atas merupakan miniatur dari supply chain yang secara kasat mata terlihat kegiatannya dari sejak procurement “purchasing”, proses produksi dan penjualan termasuk juga di dalamnya aliran barang dan aliran informasi. Di warung itu terlibat beberapa pihak yaitu penjual, pembeli dan pihak produksi yang satu sama lain berinteraksi dengan aktif. Supply chain atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan rantai pasok didefinisikan sebagai jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Kalau rantai pasok adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, manajemen rantai pasok adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010). Ahli manajemen yang lain mendefinisikan supply chain management sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer (Levi, et al, 2000), sedangkan Chow et.al. (2006) mengartikan Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan) sebagai pendekatan yang holistik dan strategis dalam hal permintaan, operasional, pembelian, dan manajemen proses logistik.
Pengadaan atau pembelian barang merupakan salah satu bagian dalam rantai pasokan yang mesti diatur sedemikian rupa sehingga menguntungkan secara bisnis, yang tentu saja menguntungkan disini melibatkan keuntungan para pihak yang terlibat didalamnya. Keuntungan akan didapat jika perusahaan melakukan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Setidaknya ada 3 (tiga) strategi pembelian yang dikenal, yaitu:
- Sole sourcing: Perusahaan dalam melakukan pembelian hanya bergantung pada satu pemasok untuk bahan atau komponen tertentu.
- Multiple sourcing: Perusahaan dalam melakukan pembelian dengan memesan dan membeli suatu bahan atau komponen tertentu dari beberapa pemasok.
- Parallel sourcing: strategi pembelian yang merupakan pengembangan dari sole sourcing di mana ada dua pemasok untuk dua bahan atau komponen yang berbeda, namun kedua pemasoktersebut dapat menjadi pemasok cadangan satu sama lain.
Setiap strategi pembelian yang dipilih akan selalu memberikan keuntungan dan resiko, sehingga seorang praktisi purchasing dituntut untuk betul-betul menganalisa secara detail dan teliti. Keuntungan dimaksud dalam pembelian diukur dengan perolehan nilai yang tinggi yaitu perbandingan antara manfaat dan harga. Bagi sebuah entitas bisnis hal tersebut bukanlah merupakan ukuran satu-satunya, mengingat perusahaan juga memperhatikan sustainability pasokan sehingga juga menjamin keberlangsungan bisnisnya.
Disamping keuntungan, pembelian juga menghadapi resiko pembelian. Agustinus Johanes Djohan (2016) dalam bukunya Manajemen dan Strategi Pembelian menyebutkan ada 7 (tujuh) resiko pembelian, yaitu:
- Resiko Fungsional : produk tidak bekerja sesuai harapan.
- Resiko Fisik : produk mengancam kesehatan atau kenyamanan fisik pengguna atau orang lain
- Resiko Keuangan : produk tidak layak untuk harga yang dibayar
- Resiko Sosial : produk menimbulkan rasa malu pada orang lain
- Resiko Psikologis : produk mempengaruhi kesehatan jiwa pengguna
- Resiko Waktu : kegagalan produk menimbulkan biaya untuk produk pengganti
- Resiko Hukum : produk ilegal
Melihat resiko yang disebutkan di atas, maka proses pengambilan keputusan pembelian melibatkan banyak bidang ilmu untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Apakah itu berarti bahwa seorang purchaser harus mempunyai kompetensi yang luas baik kompetensi teknis maupun kompetensi non-teknis? Jawabannya bisa beragam bergantung pada kebutuhan perusahaaan. Lebih luas pengetahuannya akan lebih menguntungkan dia sebagai praktisi dan juga perusahaan dimana dia berprofesi. Namun mendapatkan orang yang mempunyai kompetensi yang mumpuni di beberapa bidang tidaklah mudah dan tentu saja harganya mahal karena supply availability-nya yang kecil. Apalagi saat ini dimana banyak perusahaan manufaktur “dipaksa tutup” menutup pabriknya karena COVID-19 (Corona virus disease-19), tentu orang-orang procurement mesti memainkan peran yang extra ordinary dalam mempertahankan pasokan perusahaannya.
Ditulisan berikutnya kita akan terus membicarakan warung Is sebagai contoh miniatur supply chain, so diingat-ingat ya? :)
Ditulis oleh Fauzi Arif RH (FA-2020-02)
Monday, March 9, 2020
Disiplin Sebuah Keniscayaan
Oleh : Fauzi Arif RH (SSG-004)
Pada pagi hari di bulan Desember tahun 2019 penulis berjalan menyusuri jalan besar di sebuah kota kecil di Tata negara Hungaria, kota yang berpenduduk kira-kira 24 ribuan orang dengan luas 78,13 km2, menuju suatu supermarket jaringan besar di Eropa “Lidl” dan pasar tradisional dimana penduduk setempat bisa berjualan bahan makanan, bunga-bunga hias yang dirangkai, kebutuhan taman dan alat pertukangan baik yang baru maupun yang bekas. Kota ini berjarak sekitar 68 km dari Budapest dan sekitar 181 km dari kota Wina Austria.. udara cukup nyaman dengan suhu tidak terlalu dingin meski ada di musim dingin.
Pada kejauhan terlihat seorang wanita baya mau menyeberang dan mencari tempat penyeberangan yang ada tombol penyeberangannya. Dia menekan tombol yang ada dan menunggu beberapa saat. Namun rupanya dia kurang sabar dan dia membatalkan menyeberang di titik itu setelah menekan tombol menyeberang dan terus berjalan menyusuri trotoar. Setelah beberapa saat lampu merah titik penyeberangan itu menyala. Semua kendaraan terlihat berhenti meski di kanan kirinya tidak terlihat ada orang yang mau menyeberang, tidak ada satupun kendaraan yang bergerak meski secara rasional bisa saja mereka meneruskan perjalanan karena memang tidak ada yang menyeberang. Inilah tingkat kepatuhan yang dapat dijadikan contoh bagaimana sebuah disiplin tingkat tinggi dipraktekkan. Aturan adalah aturan dan harus dipatuhi. Pelaku tidak melakukan sesuatu berdasar hasil olah pikirannya dalam mematuhi aturan meski mereka misalnya seorang profesor. Mereka patuh, titik.
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar, yang kemudian diikuti dengan munculnya istilah disciplina yang mempunyai makna pelatihan atau pengajaran. Disiplin dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan antara lain adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib dan sebagainya). Menurut Fathoni (2006) kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku sedangkan menurut Thomas Gordon (1996: 3), Disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus. Dalam perusahaan, kesediaan seseorang dalam mematuhi arahan yang digariskan manajemen perusahaan memberikan sebuah kondisi bahwa anggota organisasi akan align atau selaras dengan apa yang digariskan perusahaan dalam pencapaian tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Disiplin dalam aspek ini adalah kepatuhan terhadap regulasi, prosedur, instruksi kerja atau dalam bentuk lain yang sudah ditetapkan.
Fenomena yang penulis lihat di salah satu negara yang dulu menjadi koloni soviet tersebut, akan sangat sulit di temui di tanah air tercinta. Masih banyak terlihat bahwa pengendara mengabaikan rambu-rambu yang ada, main serobot sudah menjadi pemandangan yang biasa terlihat. Sikap tidak disiplin ini akan menjadi sebuah kebiasaan yang akan dibawa si empunya jika misalnya dia masuk dalam lingkungan perusahaan. Menghadapi kemungkinan seperti ini disamping melakukan sebuah proses seleksi yang ketat, perusahaan harus juga melakukan upaya sedemikian rupa agar bisa mentransformasi kebiasaan kurang sesuai ini menjadi sebuah kebiasaan yang sesuai dengan budaya perusahaan. Ada banyak pendapat tentang bagaimana membangun kedisiplinan diri, siswa dan karyawan. Ada yang menyatakan 5 langkah, 6 langkah sampai ada yang berpendapat 54 langkah. Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam membangun kedisiplinan antara lain misalnya pelatihan dan pengajaran, supervisi yang ketat, penerapan teknologi, pendekatan persuasif, kepemimpinan yang kuat, aturan yang wajar, pemberian penghargaan dan hukuman dan banyak upaya lainnya.
Di dalam ilmu manajemen, banyak sekali dikenalkan metodologi atau alat-alat dalam pencapaian tujuan perusahaan apakah menyangkut membangun keunggulan bersaing, meningkatkan produktifitas dan banyak tujuan-tujuan lain yang perusahaan tentukan. Perusahaan membutuhkan alignment dalam proses implementasi semua perencanaan atau program yang telah dibuat dimana pada tingkat ideal, tidak boleh satupun anggota organisasi yang arah pengambilan tindakannya tidak selaras dengan arah perusahaan karena hal itu akan menjadi batu sandungan keberhasilan. Jadi pertanyaannya, perlukah keberadaan disiplin dalam manajemen perusahaan? Jawaban dari pertanyaan tersebut sebenarnya sudah sangat jelas dan difahami oleh semua orang, tapi kenapa di lapangan banyak ditemui masalah disiplin ini membuat program jalan ditempat atau bahasa gaulnya hidup tidak matipun tidak mau...? tentu banyak faktor yang berpengaruh terhadap hal tersebut, yang salah satu diantaranya seperti dipaparkan di atas. Disiplin sangat diperlukan dalam semua organisasi apapun bentuknya.
Bagaimana dengan anda dan perusahaan atau institusi anda?
Friday, March 6, 2020
Penerapan Siklus PDCA dalam Manajemen Kualitas pada Produk Minuman Ringan
- Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengendalian kualitas di PT. XYZ.
- Untuk mengetahui jenis kecacatan apa saja yang terjadi pada salah satu jenis produk minuman ringan yang diproduksi oleh PT. XYZ.
- Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kecacatan pada salah satu produk minuman ringan tersebut.
- Untuk mengetahui bagaimana penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ.
- Untuk mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action(PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut.
- Mengetahui pelaksanaan pengendalian kualitas di PT.XYZ.
- Mengetahui jenis kecacatan yang terjadi pada salah satu jenis produk minuman ringan yang diproduksi oleh PT. XYZ.
- Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kecacatan pada salah satu produk minuman ringan tersebut.
- Mengetahui bagaimana penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ. 5.Mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action(PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut.
- Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (data yang diperoleh dari lapangan berupa data–data dari pihak perusahaan dan data–data dari buku referensi yang relevan).
- Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu: a. Observasi, b. Wawancara, c. Studi pustaka, d. Studi internet
- Data yang digunakan adalah data produk akhir yang cacat untuk produk minuman ringan X selama bulan September 2012 sampai bulan Oktober 2012.
- Beverages terisi sesuai dengan standar,
- Botol memiliki tutup,
- Tutup Botol tertutup dengan sempurna
- Melakukan sanitasi terhadap mesin filler secara berkala.
- Mengecek semua sensor terkait dengan closuredan part-part (bagian-bagian) yang terkait.
- Melakukan kontrol secara kontinyu pada mesin filleruntuk mengurangi produk reject.
- Pengendalian kualitas produksi di PT. XYZ dilandaskan pada penerapan siklus PDCA dimana secara teknisnya dilakukan perbaikan secara terus menerus.
- Jenis kecacatan yang terjadi pada produk minuman ringan A adalah: filling height, no closure, failure closure.
- Faktor-faktor yang menyebabkan kecacatan pada produk minuman ringan A adalah: man, machine, material, environment.
- Penerapan alat bantu kualitas statistik dalam mengendalikan kualitas produk di PT. XYZ. sudah cukup baik dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ada.
- Mengetahui penerapan siklus Plan Do Check Action(PDCA) dalam manajemen kualitas pada produk minuman ringan tersebut.
- Anggelina, 2012,Penerapan Pengendalian Kualitas Statistik Dengan Siklus PDCA Pada Proses Produksi Plastik Pada PT. Bumi Rotan Jaya Di Mojokerto, Jawa Timur,skripsi, Universitas Surabaya, Surabaya.
- Ali, Muhammad, 2011, Modul Kuliah Manajemen Industri, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
- Baroto, Teguh, 2012, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, edisi pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.
- Efraim, 2005, Studi Tentang Pelaksanaan Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi PT. Antariksa Lemivin, Universitas Diponegoro, Semarang.
- Faiz Al Fakri, 2010, Analisis Pengendalian Kualitas Produksi Di PT.Masscom Graphy Dalam Upaya Mengendalikan Tingkat Kerusakan Produk Menggunakan Alat Bantu Statistik, skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang.
- Farchad Poeradisastra, 2011, Consumer Goods Business Review, diakses 15Oktober 2013, http://indonesianconsume.blogspot.com/2011/02/prospek-pasar-minuman-ringan-di.html.
- Muhammad Nur Ilham, 2012, AnalisisPengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan Statistical Processing Control(SPC) Pada PT. Bosowa Media Grafika (Tribun Timur), skripsi, Universitas Hasanudin, Makasar.
- Tri Susilo, 2007, Aplikasi Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)Dengan menggunakan Deming PrizeUntuk Mengendalikan DanMeningkatkan Mutu Produk Di Koperasi Intako, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”, Surabaya, Jawa Timur.
Related Posts
-
Info Masze... Banyak yang bisa kita pelajari dari Public Speaking, salah satunya ketika "Presentasi di depan umum / atasan". Surab...
-
KOPDAR-4 Mengawali tahun baru 2013, Surabaya Study Group mengadakan kegiatan belajar dan diskusi dengan pemateri yang disampaikan dengan b...
-
Materi Study Group ke-35 yang diadakan di kota Nganjuk, diawali oleh narasumber Titah Laksamana , (Co Founder PT. Mitra Usaha Hortind...
-
Surabaya Study Group mengadakan pertemuan dan belajar bersama dengan materi tentang "Enterprise Resource Planning bagian I dan bagi...
-
OpinionDay #26 Oleh : Anang Fahmi Syarif (SSG-144) Bagaimana menurut Anda yang lebih tepat antara "Pelanggan saya dibajak oleh ko...