Oleh : Erwin K. Awan (SSG-059)
Bagian
Ke-4 (Tamat)
Dewasa
ini, mengelola supply chains luar biasa rumit karena beberapa pemangku
kepentingan harus tetap mempertahankan penelusuran berbasis kertas. Dan tergantung
pada jenis produknya, supply chains dapat mencakup ratusan tahapan, berbagai
lokasi geografis, bermacam-macam pemangku kepentingan serta pembayaran dan
tagihan-tagihan yang sangat besar nilainya. Dan disebabkan kurangnya
transparansi di dalam supply chains, teknologi blockchain menghadirkan peluang
dalam mengubah supply chains serta industri logistik.
Tantangan
dalam Supply Chain & Industri Logistik
Ratusan
tahun yang lalu supply chain tidaklah rumit karena perdagangan pada umumnya
terjadi dalam skala kecil dan sederhana. Saat ini, bisnis telah meluas secara
global dan membuat manajemen supply chain menjadi sangat kompleks. Dan tidaklah
mungkin bagi konsumen untuk mengetahui nilai sebenarnya dari suatu produk
karena kurangnya transparansi.
Sebagai
gambaran pernahkah membayangkan dari mana makanan yang kita makan berasal?
Supply chain di dalam industry makanan didefinisikan dengan dengan
menghubungkan:
·
Asal
tanaman
·
Pengolahan
makanan
·
Distribusi
makanan olahan ke pengecer
·
Penjualan
makanan ke konsumen
Supply
chain makanan meliputi jutaan manusia di seluruh dunia serta tanaman pangan dan
bahan baku, sehingga menjadi tantangan bagi produsen makanan serta para
konsumen untuk mengetahui di mana komponen-komponen dari makanan itu berada.
Masalah ini tetap ada dalam supply chain karena alasan-alasan berikut.
Kurangnya
Ketertelusuran
Ketertelusuran
mewakili gambaran yang tepat di mana produk berada di dalam supply chain yang
beredar pada waktu tertentu. Saat ini, tiap pelaku di dalam jaringan supply
chain megelola system dan database mereka sendiri, membuatnya sulit untuk
melakukan pemantauan prediktif serta menganalisis di manakah posisi produk pada
waktu tertentu.
Dokumentasi
dan Kepatuhan pada Peraturan
Kontrak
supply chain bisa sangat kompleks karena terlibatnya penelusuran berbasis
kertas untuk digunakan merubah status kepemilikan, letter of credit, bill of
lading, proforma serta syarat pembayaran yang berliku. Merawat catatan di atas
kertas adalah tidak praktis karena membuat proses mencari catatan lama menjadi
sangat rumit.
Pemalsuan
Disebabkan
kurangnya transparasi, berbagai kasus pemalsuan dalam proses supply chain
dilaporkan setiap tahunnya. Berdasarkan laporan-laporan organisasi
international, secara global import barang bajakan dan palsu membebani sekitar
setengah trilyun dollar per tahunnya. Produk-produk palsu tidak hanya
mempengaruhi ekonomi, tetapi juga mempengaruhi kehidupan. Disebabkan kurangnya
informasi yang tersedia tentang asal mula dari suatu produk, hamper dipastikan
sulit bagi produk tersebut dapat memenugi standar kualitas yang dipersyaratkan.
Biaya
Tinggi
Saat
ini, manajemen supply chain melibatkan begitu banyak perantara seperti para
pengacara dan para regulator yang menambah biaya ekstra yang tinggi ke dalam
ekosistem. Proses supply chain membutuhkan middlemen untuk membawa kepercayaan
ke dalam sistem.
Bagaimana
Blockchain mempengaruhi Supply Chain?
Berikut
ini adalah bagaimana blockchain dapat memberikan dampak terhadap supply chain
proses.
·
Mencatat
jumlah dan transfer produk saat berpindahtangan antar supply chain.
·
Melacak
perubahan pesanan, membeli pesanan, pemberitahuan pengiriman, dokumen
perdagangan dan penerimaan dari buku besar blockchain.
·
Menautkan
produk fisik ke barcode, RFID atau nomor serial dan menyimpannya di blockchain
·
Berbagi
informasi tentang pemrosesan atau proses pembuatan, pengiriman, perakitan, dan
pemeliharaan produk dengan vendor dan pemasok secara transparan di blockchain.
·
Dengan
menerapkan blockchain di dalam supply chain, kita dapat mengetahui dengan siapa
kita berurusan, darimana produk berasal, siapa yang memroses atau membuatnya,
dan apakah pembayarannya wajar atau tidak.
Adapun
manfaat yang didapatkan dalam implementasi blockchain di dalam supply chain
adalah sebagai berikut.
Pelacakan
asal muasal barang
Banyak
perusahaan multinasional dan organisasi besar tidak memiliki latar belakang
produk di dalam supply chain mereka karena tidak dapat dilacak. Hal ini dapat
mengakibatkan biaya tinggi dan masalah dalam hubungan dengan para pelanggan,
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap reputasi periusahaan. Menggunakan
solusi blockchain untuk supply chain, berbagi data, pelacakan asal muasal
barang serta pencatatan menjadi lebih efekti dan sederhana. Karena transaksi
yang disimpan di buku besar blockchain tidak dapat dihapus atau diubah, baik
konsumen maupun pemangku kepentingan (stakeholder) dapat melacak sejarah produk
dari asalnya hingga tujuan terakhir.
Pengurangan
Biaya
Karena
blockchain memungkinkan pelacakan secara real-time suatu produk dalam supply
chain tanpa keterlibatan para perantara, biaya pemindahan barang dapat
dikurangi.
Menghilangkan
perantara dari proses mencegah biaya tambahan, pemalsuan atau penipuan dan
mengurangi kemungkinan duplikasi produk. Alih-alih bergantung pada perantara
keuangan seperti bank, pembayaran dapat diproses langsung antara pihak-pihak
dalam supply chain dengan pembayaran menggunakan cryptocurrency.
Transparansi
yang meningkat
Buku
besar Blockchain yang tetap atau tidak berubah mencegah perusakan terhadap
informasi dan memungkinkan pemasok serta pengecer untuk bisa melihat titik asal
setiap pesanan. Visibilitas yang ditingkatkan juga menyiratkan bahwa produsen
dapat memverifikasi persediaan untuk memerangi perdagangan palsu.
Membangun
Kepercayaan
Pihak-pihak
yang terlibat di dalam supply chain perlu saling mempercayai untuk menjaga
kredibilitas dan keaslian suatu produk. Solusi supply chain berbasis blockchain
membawa kepercayaan pada sistem dengan catatan berstempel waktu (time-stamped)
yang disimpan setiap saat, yang memungkinkan bagi setiap pemangku kepentingan
untuk mengakses catatan sebelumnya atau catatan saat ini.
Kasus
Nyata penerapan Blockchain di Supply Chain
Blockchain
untuk Merampingkan Supply Chain Minyak
Perusahaan: ADNOC & IBM
Status
Proyek:
Program pilot sudah selesai; Blockchain masih di tahap awal
Sumber: ADNOC, IBM
Perusahaan
minyak milik negara Uni Emirat Arab, Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi
(ADNOC) bekerja sama dengan IBM berhasil meluncurkan program percontohan sistem
supply chain blockchain. Idenya adalah untuk melacak minyak dari sumur ke
pelanggan, sementara secara bersamaan mengotomatisasi transaksi di sepanjang
jalan.
Sementara
masih dalam tahap awal, ADNOC berharap untuk akhirnya memperluas rantai untuk
menyertakan pelanggan dan investor, membuat bisnisnya lebih transparan dalam
proses. ADNOC memproduksi sekitar 3 juta barel minyak per hari, dan dengan
sepenuhnya menerapkan teknologi blockchain, mereka akan dapat melacak semua
minyak yang diproduksi, mengurangi waktu dan biaya yang terkait dengan
pengiriman.
Blockchain
untuk Pelacakan Intan
Perusahaan: De Beers
Status
proyek:
Setelah menyelesaikan pilot yang sukses, De Beers saat ini bekerja dengan
produsen berlian, pengecer, dan bank lainnya untuk mengembangkan pengaturan
tata kelola terbaik untuk platform tersebut.
Sumber: Siaran pers Tracr, De Beers
Intan
darah (Blood Diamonds), atau intan konflik, adalah intan yang telah
ditambang dalam keadaan yang penuh dengan kekerasan atau dalam kondisi yang
tidak sesuai. Mereka banyak diproduksi di Afrika, dan penjualan mereka sering
digunakan untuk mendanai berbagai konflik di wilayah tersebut. Produsen berlian
terbesar di dunia, De Beers, telah mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri
penjualan berlian darah dengan mengumumkan program supply chain blockchain
pertama yang sukses.
Melalui
programnya, Tracr, De Beers mampu melacak 100 berlian dari tambang ke pemotong
dan pemoles, kemudian akhirnya ke perhiasan. Foto kemajuan berlian dapat
diunggah ke blockchain, serta informasi mengenai warna, kualitas, dan
lokasinya. Tracr tidak hanya memberi pelanggan ketenangan pikiran, tetapi jika
diterapkan pada semua berlian, bisa menghentikan produksi berlian darah
sekaligus.
Blockchain
untuk Keamanan Pangan
Perusahaan: Walmart, JD.com, IBM,
Universitas Tsinghua
Status
proyek:
Program percontohan selesai pada 2017, dan Walmart mengumumkan bahwa mereka
akan meminta pemasok selada dan sayuran hijau lainnya untuk mengunggah data
mereka ke blockchain pada September 2019.
Sumber: Presentasi video Walmart,
siaran pers IBM, Universitas Tsinghua, JD.com, Forbes
Sepertinya
ada wabah E.coli baru setiap tahun. Karena butuh waktu untuk menemukan asal
mula wabah, banyak pengecer sering terpaksa membuang seluruh persediaan produk
mereka. Keempat entitas ini berharap dapat meningkatkan transparansi pangan dan
efisiensi pengiriman dengan teknologi blockchain. Upaya tersebut dibagi menjadi
dua bagian: Walmart dan JD.com menangani produksi dan pengiriman produk,
sementara IBM dan Universitas Tsinghua menangani penelitian dan mempertahankan
blockchain. Unilever, Kroger, Nestle, dan Tyson Foods semuanya berencana untuk
berkolaborasi seiring kemajuan proyek, dengan lebih banyak perusahaan makanan
untuk bergabung di sepanjang jalan.
Blockchain
Logistik Tingkat Lanjut
Perusahaan: Kuehne & Nagel dan
VeChain
Status
proyek:
Sedang Berlangsung. Selain itu, VeChain menggunakan blockchain dalam berbagai
cara di berbagai industri.
Sumber: artikel K&G, VeChain,
Trustnodes
Kuehne
& Nagel (K&G) adalah perusahaan pengiriman laut global terbesar di
dunia, yang mempekerjakan 76.000 orang dan memiliki pendapatan lebih dari $ 20
miliar. Bermitra dengan VeChain, K&G memungkinkan pelanggan untuk melacak
paket mereka secara real time.
Dan
masih banyak lagi penerapan supply chain blockchain baik yang masih early
stage maupun under development.
Teknologi
blockchain memiliki potensi untuk merekonstruksi supply chain dan mengubah cara
kita dalam memproduksi, mempromosikan, membeli dan mengkonsumsi barang.
Transparansi, keamanan, dan keterlacakan yang ditawarkan oleh blockchain dapat
membuat ekonomi kita menjadi lebih aman dan dapat diandalkan serta meningkatkan
kepercayaan serta kejujuran.
Referensi
5. Distributed
Ledgers (2017)
6. Risks and
Opportunities for Systems using Blockchain and Smart Contracts (2017)
8. Blockchain:
Transforming Your Business and Our World (2019)
10. The Byzantine Generals’
Problem – Leslie Lamport, Robert Shostak, Marshall Pease SRI International
(1978)
No comments:
Post a Comment