Monday, June 7, 2021

Influencer Jaman Dulu

Lantas bagaimana dengan studi kasus perusahaan yang ada di dalam negeri. mungkin ada yang bantu menambahkan.

Bisa jadi sama pak, atau malah kondisi beberapa mendatang, kalau dulu supplier ada 10 pilihan, competitor ada 5 perusahaan, customer ada ratusan, kondisi mendatang suplier hanya ada 2 pilihan, competitor 4, customer tetap ratusan. bagaimana keberlangsungan bisnis jika kondisinya demikian, disamping permasalahan distribusi.

kita ambil paling dekat saja, dengan kehidupan kita, Rokok Dji Sam Soe? atau penggemar kuliner sate atau gule, yang menggunakan Kecap Cap Sate. apakah menerapkan yang diatas? atau malah ada kiat kiat khusus.

tulisan Bagaimana Perusahaan dapat Bertahan Lebih dari Seabad? sangat menggelitik, untuk memulai pembahasan, bagaimana perusahaan dapat berjalan lebih dari 1 abad, namun akan lebih menarik jika skala kecil UMKM atau perusahaan lokal yang bertahan, kalau dji sam soe dengan bendera besarnya sampoerna, bagaimana merk lain. tentu pengelolaan perusahaan, bukan hanya masalah ada di profesional, lantas bagaimana dengan intrik drama yang terjadi di keluarga.

Jamu iboe itu juga sudah lebih dr 100 th.

Klo di kediri ada kecap sawi. Sejak 1935 sejarahnya.

Mungkin brand bisa jadi salah satu faktor dalam company's sustainability?

bisa jadi, karena brand terbentuk dari Voice of Customer. itu aliran yang saya anut. brand itu tercipta alamiah.

Untuk lokal : 1. Pertahankan kualitas dan mutu 2. Inovasi / membuat produk yang relevan dengan jaman 3. Menguatkan dan membesarkan Brand

Betul Mas, Dahulu sebelum muncul kecap-kecap nasional, bango, abc, sedap. Di kediri hanya ada kecap sawi saja di semua toko hampir 90% mungkin. Karena salah satu memori masa kecil adalah makan nasi hangat-hangat hanya dengan  kecap sawi sudah sangat lezat.

Saya yakini, jawaban diatas benar, namun pada kondisi kenyataanya, "la lapo, saiki ae wes rame", dan beberapa yang menerapkan seperti itu ya tetap survive, kecap cap sate, apanya yang mau di inovasi, kecap ya kecap.

sangat menarik bukan, produknya tetap, tapi masih digunakan sampai saat ini, ya paling hanya ganti kemasan.

Dari kemasan mungkin, yg lebih ergonimis. Iya, itu nama nya inovasi.

Nah ini mungkin yang disebut success syndrome. Terlalu asyik dengan kesuksesan sehingga tidak aware ada kompetitor membayangi, operation dan logistics yang mulai complicated, etc.

Kecap sawi new packaging.

Bisa jadi, ini terbentuk karena rasa kekeluargaan, pembelajaran ini yang saya dapatkan ketika market survey di salah satu kota di indonesia, mereka pemilik toko lebih ke rasa "sungkan" menerima produk lain, karena dulunya dibantu oleh seseorang.

mereka buka toko, dimodali dan diberi barang juga. hingga sampai saat ini berhasil punya toko, dan tetap produk yang dijual ya produk itu saja. dan survive.

Kecap sambal, Kecap rasa udang, kecap rasa bawang, ya memang perlu survey pasar.

Berarti brand awareness nya sudah masuk ke alam bawah sadar konsumen mungkin?

Klo saya ditanya kecap ya pasti kecap sawi, di rumah keluarga juga adanya kecap sawi untuk konsumsi Keluarga.

Benar ini, sudah merasa no 1 akhir nya lengah.

tapi tetep kembalinya ke kecap semula..namun ya sampai saat ini masih operation bertahun tahun.. bagaimana dong. pendekatan profesional pun mungkin akan kalah dengan sense of bussiness mereka

Berarti ada variabel quality juga ... 

ini yang ngga didapat oleh profesional, pendekatan sense of bussiness, terlebih dalam family bussiness

Yup dalam inovasi kan tidak harus semua sukses, yg sukses di pertahan kan, always continuous improvement

nah ini salah satunya, hampir mirip dengan cara jualan mobil jaman dulu, dimana dalam sebuah perkampungan atau desa, cukup "pak haji" saja yang diberikan diskon khusus beli pickup, begitu pak haji beli pickup, otonatis lainnya juga ikutan

Saya punya rekan, salah satu produsen rokok kretek, di bojonegoro. awalnya industrinya padat karya, lancar sukses, namun saat mulai pindah ke mesin otomatisasi, malah mulai menurun..

lantas kalau pemahaman, yang penting bisa mbuka lapangan kerja, orang banyak bekerja, maka rejeki pun lancar. apakah ini juga salah satu faktor. coba dilihat industri tradisional, yang padat karya malah lebih bergeliat daripada mereka masuk ke modernisasi.

menarik pembahasan ini

Menarik Boss sudut pandang nya, bisa dipakai untuk bahan penelitian ... 

karena fenomena itu terjadi

Doa pekerja berpengaruh pada rezeki perusahaan an.......AQ rasa handmade itu lebih memiliki citarasa sendiri, mungkin karena peralihan ke otomatisasi merubah citarasa yg sebelumnya.....Buktinya Djie Sam Soe, masih setia tanpa otomatisasi.....

berarti kalo zaman now, cukup influencer saja yang di beri gratis, kemduian uplod di chanel nya untuk direview

Ooh faktor spiritual juga berpengaruh berarti Om

bisa juga karena faktor voice of customer td, karena ratusan karyawannya dirmahkan akhirnya menimbulkan empati untuk "boikot" produknya

Sebuah kisah dan Sudut Pandang. Generasi 1 : terima kasih saya dibantu bikin usaha ini berjalan ya bapak ibu, terima kasih terima kasih. Generasi 2 : Papa senang diberi perusahaan ini oleh kakekmu, karena bisa memperkerjakan banyak orang, bisa membantu banyak orang, doai aja ya nak biar usaha ini jalan terus banyak bisa kita bantu orang orang, kamu pun hidup berkecukupan, bisa sekolah di luar negeri, Generasi 3 : (Kembalinya sekolah di luar negeri) pah, kenapa ngga mulai kita pakai mesin, robot kayak pabrik temenku, enak otomatis, hasilnya cepat, ndak perlu lagi urus pekerja pekerja yang mogok.

kalau metode handmade ini bagaimana menjaga standard, bisa menjadi pembahasan manarik.

Pak haji itu sosok influencer jaman dulu, tanpa berpikir aneh aneh, pokonya usaha jalan, barang bagus dinilai bagus. kalau influencer jaman skr ini yang agak sulit dinilai 

tidak semua produk bisa dihasilkan pake otomatisasi 

Brand, tercipta dari persepsi konsumen.

nah topiknya menajdi menarik kan, coba meng-anlisa, apakah toko oen mengenal QCC, GKM atau Fish Diagram..., apakah tahu kuning kediri juga? apakah pabrik rokok kretekpun juga mengenal

Sama kayak makan indomie buatan di rumah dengan di warung, lak di warung bikin nagih, padahal bikinnya ya sekenaknya 

Memang rata2 perusahaan keluarga rentan di uji pada pada generasi ke 3

sangat menarik melihat perilaku industri, ada juga sebuah pabrik sudah besar, melenggenda, eh pailit, pailitnya bukan masalah di sales atau distribusi atau produknya, pailitnya karena gaya hidup pemilik. pagi di jakarta siang di singapore buat belaja sore sudah di surabaya, penggunaan kartu kredit pun menggila, hingga menumpuk.

padahal usianya sudah puluhan tahun, dan saya yakini diantara bapak dan ibu menggunakan produk tersebut saat shalat id kmrn..

ada teman main saya juga, sampai skr dia tidak dipegangin pabrik cat orang tuanya, padahal udah usia orang tuanya dan sudah pantas untuk diwariskan, eh malah dibukain pabrik sendiri 

bahkan sempat ada ungkapan = Generasi pertama merintis. Generasi kedua membangun. Generasi ketiga menghancurkan. Entah si generasi ketiga ini lulusan dlm negeri or luar negeri

kenapa saya angkat topik ini, karena ini yang kita hadapi sehari hari, mungkin beda cerita dengan perusahaan luar negeri, karena saya yakini ada citra rasa pengelolaan yang mendekatif kearifan lokal

Di test, kalo layak maka bakalan di merger itu

kalau kita amati di sekeliling kita. ah pabrik cat sama pabrik kosmetik e masss piyeee 

mengelola perusahaan yg pendekatan memakai kearifan lokal juga besar pengaruhnya

Iya pak ini yang mulai dilakukan beberapa pengusaha, seperti bos saya, dia lebih memilih memperkerjakan para professional utk usaha nya saat ini, anak nya malah rencana di buka kan usaha sendiri sesuai dgn keinginan masing2 anak nya

gawatnya kalau profesionalnya itu tidak "cinta" sama produk jadinya. kalau orang ngomong, ngga passion sama produknya. ngga ngeblend sama si malika, kedelai hitam.

Waduh gawat nik kl professional harus cinta di produk, cinta di bidang proses nya saja pak,.yg suka wh ya di wh, yg suka logistik ya di log nya, begitu juga dgn ppic, supply chain, produksi dan qc 

Kalau mesti dipaksa cinta, sepertinya agak susah Om

Malah harus nya professional memberi nilai lebih pada produk

Profesional yang disayang, biasanya yang helicopter view.

untuk memiliki pandangan seluas helikopter ini, juga butuh latihan berbulan-bulan Om 

nihhh pengusaha kuliner mungkin bisa memberikan kesaksiannya 

luas dan lebih objective dan general, tapi tetap ada menilai, menganalisa dan menghitung

Berarti profesional pun harus punya sense of entrepreneurship ya ...? 

Secara tidak langsung itu yang diajarkan kepada saya.., ngga melulu profesional, pendekatan jika menjadi pemilik sesungguhnya apa yang dilakukan.

Masih belum paham mengapa kita mesti memiliki sense of pemilik usaha?

contoh sederhana. Mas rully punya usaha bebek purnama. mas rully dibantu 2 tenaga, yang satu sangat paham akan produk bebek mas, mulai dari penggorengan dan tingkat kematangan, yang satu pokoknya digoreng aja, dan dihidangkan. lebih suka yang mana? itu contoh sederhananya

jelas prefer yg paham menggoreng, tingkat kematangan & menghidangkan

bekerja dgn hati yg ikhlas berarti ya Om. maksudnya utk dapat sense of pemilik usaha, pd awalnya kita mesti bekerja dgn hati yg ikhlas dahulu.

bukan hati yang ikhlas. namun layaknya diirmu pemilik usaha

Apa mungkin karena para pekerja dan pegawai di masa lalu lebih dedicated dan lebih nriman, sehingga performance secara menyeluruh sangat total dibandingkan dengan tenaga kerja saat ini? Sehingga perusahaan dapat berjalan dengan kekuatan full dan konstan dan me-maintain sustainable pada akhirnya ...?

saya berpikirnya begitu..pekerja dulu lebih melihat ke balas budi. karena sudah dibantu

Menarik Boss, karena ini sudah mulai menyentuh aspek triple bottom line dalam Sustainable Development ... 

Pekerja jaman dulu lebih kearah bekerja dan mengabdi.......Makanya loyal bgt.....

barangkali tdk bisa dipaksakan pekerja zaman now buat memiliki pola berpikir/sense seperti pekerja zaman dahulu

karena terjebak culture. kalau ngga UMR mana mau.., kalau ndak gaji 5 juta mana mau...,disisi pengusaha. gila apa bayar segitu, omset aja ndak nyampe. justru loyalis loyalis yang menemani mereka dari awal itulah yang pada akhirnya menikmati. kembali lagi ini sudut pandang, yang ngga bisa langsung masuk kiri kelaur kanan. namun faktanya terjadi hari ini. calon pekerja kesulitan cari kerjaan, pemilik usaha kesulitan mencari pekerja.

Nah ini sebenarnya mungkin bisa dikategorikan sebagai sebuah disrupsi, tidak hand in hand antara pengusaha dan para pekerjanya, karena tidak berjalan bareng karena misi dan visi yang berbeda ...

Utk pekerjaan, byk informasi lowongan di internet Om. Tapi jodoh"-an sih sebenarnya cari kerjaan ituh

iya bisa jadi kalangan dunia pendidikan perlu dibantu untuk mendidik karakter calon pekerja saat masuk dunia kerja

Harapan pengusaha, "Multitasking, productivity tinggi, punya sense of ownership, Gaji UMK  aja dah, KL bisa di bawahe". Impian pekerja, "Gaji naik 20% per tahun, ada bonus tahunan, Sabtu Minggu libur, lebaran bisa libur 2 mgg, dapat makan siang, pulang bisa ontime". Ga ada nyambungnya

yups some kind conflict of interest

hahahaha, faktanya demikian

Ini saya setuju.. djie sam soe salah satunya.. rokok ini dalam ulasan sejarahnya mempengaruhi jatuh dan bangunnya "kinerja" bisnis sampoerna..

Produk yg di keramatkan Ama produsen, spt gudang garam merah juga...

Sunday, June 6, 2021

Bagaimana Perusahaan dapat Bertahan Lebih dari Seabad?

#OpinionDay

Oleh : Erwin K. Awan (SSG-059)

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah diskusi yang seru mengenai sebuah thread yang dishare oleh salah seorang member di group Whatsapp dengan judul “The End of Asset-Heavy Company”. Thread tersebut mengungkapkan tentang banyaknya perusahan berbasis heavy asset yang mulai mengalami kesulitan dalam business disebabkan oleh gangguan yang disebut dengan the Triple Disruption, Digital, Millenial, dan pandemic disruptions. Dan di dalam thread ini juga menyimpulkan bahwa Asset-light company yang juga termasuk UKM/UMKM akan tetap resilient serta agile dalam menghadapi disruptions. 

Diskusi tersebut membuat penulis tergelitik untuk melakukan quick research terkait dengan perusahaan besar yang mungkin merasa mereka too big to fail dan tidak menyerah dengan berbagai jenis disruption. Salah satu yang menarik bagi penulis untuk diulas lebih dalam adalah perusahaan-perusahaan yang sukses dan sudah berusia lebih dari satu abad.

Dalam sebuah artikel yang ditulis di www.bbc.com berjudul “Can a Company live forever?”, dikisahkan sebuah hasil studi yang dilakukan oleh Yale Institute yang menyatakan bahwa rata-rata usia perusahaan yang terdaftar dalam indeks S&P 500 perusahaan terkemuka AS telah menurun lebih dari 50 tahun pada abad terakhir, dari 67 tahun pada 1920-an menjadi hanya 15 tahun saja.

Namun, perusahaan-perusahaan yang berhasil bertahan dan sudah berusia lebih dari beberapa dekade bahkan satu abad, berkali-kali mengalami berbagai macam badai dalam mengarungi bahtera bisnis. Mereka membangun kembali diri mereka berkali-kali, mengakuisisi dan menjual seluruh divisi bisnis, dan tetap menjadi yang terdepan dalam branding dan pemasaran. Karena kebiasaan konsumsi masyarakat telah mengalami evolusi dan terfragmentasi, perusahaan-perusahaan ini secara bersamaan memanfaatkan daya tarik abadi mereka untuk terus beradaptasi agar tetap terkini. Dan tentunya dibutuhkan resilience serta kemauan yang kuat untuk bertahan terhadap berbagai perubahan keadaan selama lebih dari satu abad.

Apa rahasia mereka? Apakah itu perumusan strategi? Atau tentang eksekusi? Dan bagaimana mereka berhasil menemukan kembali diri mereka dengan sukses berkali-kali? Untuk menjawab pertanyaan ini berikut adalah beberapa contoh perusahaan yang telah mengungguli para pesaingnya selama seratus tahun terakhir.


Western Union 

Western Union telah belajar sepanjang sejarahnya, seringkali dengan rasa sakit, tentang kesulitan dan pentingnya untuk tetap fokus. Menjelang tahun 1990-an, diversifikasi portofolio produk yang telah dibangun perusahaan berkat penemuannya yang luar biasa terbukti sulit dipertahankan, apalagi untuk dikembangkan lebih lanjut. Membuat perusahaan kehilangan fokus.

Turunnya margin yang diikuti dengan naiknya utang membuat Western Union berada di bawah tekanan keuangan yang signifikan, yang menyebabkan perusahaan mengajukan bangkrut pada tahun 1993 yang kemudian diakuisisi oleh First Data di tahun 1994.

Di bawah First Data, Western Union dapat memperoleh kembali fokusnya dan berkonsentrasi secara eksklusif pada produk pengiriman uangnya, menikmati pertumbuhan dua digit selama bertahun-tahun beroperasi sebagai anak perusahaan. Namun, disebabkan oleh beberapa hal, termasuk kesuksesannya yang berkelanjutan, membawa pada sebuah keputusan untuk memisahkan diri dari First Data pada tahun 2006 dan menjadi perusahaan independen baru yang terdaftar di Bursa Efek New York.

 

General Electric

General Electric (GE), perusahaan yang banyak memiliki diversifikasi usaha. GE terbentuk ketika Edison General Electric Company (didirikan oleh Thomas Edison pada tahun 1878) bergabung dengan Thomson-Houston Electric Company. Satu-satunya perusahaan yang masih terdaftar di Dow Jones Industrial Index sejak tahun 1896.

Daya tahannya tidak hanya dihasilkan dari ukurannya, tetapi lebih khusus lagi, jangkauannya. Konglomerat industri ini telah menambah banyak segmen bisnis sepanjang hidupnya, termasuk perawatan kesehatan, berbagai kategori energi, penerbangan, transportasi, dan bahkan permodalan. Diversifikasi -- dan mengetahui kapan harus melepaskan kategori tertentu -- telah membuat GE tetap kuat meskipun ada fluktuasi pasar.

GE terus menatap masa depan. Pada 2016, perusahaan mengumumkan akan menjual divisi solusi industri, air, dan peralatannya. Perusahaan juga mulai memposisikan dirinya sebagai perusahaan perangkat lunak dan analisis, meskipun menimbulkan kesangsian dari banyak pihak, dan memperbarui upaya rekrutmennya untuk menarik bakat milenial. Selain itu, dilaporkan mengadopsi lebih banyak budaya startup dalam pengambilan risiko dan kecepatan demi inovasi.

 

UPS

Pada tahun 1907, Claude Ryan dan Jim Casey yang saat itu masih remaja belasan tahun, menggunakan pinjaman $100 untuk memulai UPS (saat itu American Messenger Company). Pada tahun 1913, perusahaan bergabung dengan perusahaan pesaing dan mulai mengurangi layanan messenger-nya karena telepon telah tersedia secara luas.

Dalam dekade pertama itu, perusahaan mulai membangun armada kendaraan pengirimannya dan meyakinkan para retailers untuk melakukan outsourcing, daripada menangani pengiriman oleh mereka sendiri. Kemudian, pada tahun 1919, perusahaan berganti nama sekali lagi menjadi "United Parcel Service." Di tahun pula lah UPS mulai mengecat armada truk dengan warna cokelat khasnya.

Tahun 1920-an membawa kemakmuran dan pertumbuhan, dan UPS mulai jasa pengiriman langsung ke alamat pribadi. Perusahaan berkembang selama masa Depresi, dan Perang Dunia II telah memaksa UPS untuk membatasi operasinya untuk sementara waktu. Perusahaan menemukan ceruk baru dengan ekspansi di pinggiran kota tahun selama periode tahun 50-an dan 60-an, mengatasi segala hambatan peraturan, berkembang di seluruh AS dan kemudian dunia, dan meluncurkan maskapainya sendiri pada tahun 1980-an.

Selama 25 tahun terakhir, UPS telah membuat kemajuan teknologi yang signifikan seiring dengan meledaknya e-commerce global, termasuk perangkat genggam berpemilik yang setiap pengemudi membawa pelacakan paket elektronik. Perusahaan telah melakukan lebih dari 40 akuisisi dan saat ini mengkhususkan diri dalam solusi rantai pasokan komersial di samping layanan operator. Setelah 110 tahun, UPS beroperasi di 220 negara dan wilayah dan mengangkut 15 juta paket setiap hari kerja.

 

Bagaimana Perusahaan Pemenang dapat bertahan lebih dari 100 tahun?

Dalam sebuah artikel di Harvard Business Review di tahun 2018, berjudul “How Winning Organizations Last 100 Years”, mereka menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah berusia di atas seratus tahun ini selalu mencoba untuk menciptakan pelanggan yang royal dengan produk mereka, berbagi keahlian, serta berfokus untuk menjadi lebih baik, bukan lebih besar. Mereka sangat strategis, dan selalu membuat proyeksi untuk 20 hingga 30 tahun ke depan.

Mereka selalu mencari talenta baru untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya agar selalu agile serta relevan dalam segala situasi. Dan yang menarik, banyak di antara perusahaan ini tidak menunggu bakat-bakat baru muncul, namun secara pro-aktif bekerja sama dengan sekolah-sekolah baik dari Pendidikan dasar hingga tinggi.

Sebagian besar perusahaan mengganti pemimpin mereka setiap lima tahun, tetapi perusahaan-perusahaan yang berusia tua yang disebut dengan Centennials ini mempertahankan kepemimpinan untuk 10 tahun lebih. Tidak hanya di puncak organisasi tetapi dua atau tiga tingkat lebih jauh ke bawah, di mana key knowledge serta pengaruh berada. Dan mereka dengan hati-hati mengelola transisi kepemimpinan, jadi tidak ada yang hilang di sepanjang jalan. Mereka biasanya mempersiapkan seorang pengganti selama lebih dari empat tahun sebelum membuat perubahan dan menghabiskan setidaknya 1 tahun untuk menyerahkannya.

Banyak perusahaan besar berusaha untuk memiliki talent dan berjuang untuk mengendalikan staff turnover, namun para Centennials malah melakukan yang sebaliknya. Mereka mempekerjakan hingga 70% staf paruh waktu, secara sengaja agar tetap segar dan menciptakan aliran ide-ide baru yang berkelanjutan.

Selain itu, banyak perusahaan dengan bangga memamerkan seberapa besar mereka tumbuh tahun lalu — tetapi tidak demikian dengan para Centennials ini. Pertumbuhan membuat mereka gelisah dan tidak nyaman. Mereka memang harus cukup besar untuk menciptakan dampak dan stabil secara finansial, tetapi tidak perlu terlalu besar yang dikhawatirkan membuat mereka terganggu atau kehilangan kendali. Sebuah studi baru-baru ini dari semua Centennials di dunia menemukan bahwa 89% dari mereka mempekerjakan kurang dari 300 orang. Itu sebabnya Centennials dapat menolak setidaknya dua pertiga dari aplikasi siswa setiap tahun, tidak seperti pesaing mereka. Dan semua Centennial dengan hati-hati memikirkan apa yang harus diambil dan bagaimana mengelolanya. Sama seperti pertumbuhan membuat mereka gelisah, begitu juga kesuksesan. Alih-alih merayakannya, mereka membongkarnya — untuk mencari tahu apa yang mereka lewatkan dan di mana mereka bisa melakukan yang lebih baik. Terobsesi dengan detail, menganalisis secara ilmiah apa pun yang mungkin memengaruhi kinerja.


Dan yang terakhir, daripada mencoba menjadi efisien dengan menyatukan pekerja di bidangnya masing-masing, para Centennials malah membuat setiap department saling berinteraksi dengan cara mengerjakan berbagai proyek yang berbeda. Sehingga para karyawan dari berbagai disiplin ilmu akan terus-menerus saling bertanya dan berbagi masalah, ide, serta peluang dengan karyawan yang lain.

 

Referensi:

1.    https://www.bbc.com/news/business-16611040

2.    https://www.entrepreneur.com/slideshow/287183

3.    https://www.forbes.com/2009/01/28/long-lived-companies-leadership_0128_sustainability.html?sh=6f8e234e240d

4.    https://hbr.org/2018/09/how-winning-organizations-last-100-years

Saturday, June 5, 2021

ASSET-LIGHT ECONOMY

The End of ASSET-HEAVY Company

Seminggu ini ada 3 peristiwa yg bisa ditarik benang merahnya. Tiga peristiwa itu adl:

  • Bank BNI 46 menutup 96 kantor cabang tahun ini.
  • Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air menawarkan pensiun dini kepada karyawannya. Garuda bahkan akan memangkas armadanya mjd hanya separuhya.
  • Dan terakhir, Hero Group akan menutup seluruh Giant supermarket akhir Juli 2021.

Apa yg salah dr perusahaan2 tsb di tengah pandemi yg sdh meradang 1,5 tahun ini? 

Selama 3 tahun terakhir ini kita menghadapi TRIPLE DISRUPTION sekaligus: DIGITAL disruption + MILLENNIAL disruption + PANDEMIC disruption.  Perushaan sprti apa yg mjd "target pembunuhan" triple disruption tsb? 

Yaitu perusahaan yg sy sebut: ASSET-HEAVY COMPANY. Yaitu perusahaan2 yg memiliki aset fisik sebesar gaban n beban overhead-nya berat n begitu menghimpit.

Dalam kasus Airlines, overhead yg menghimpit itu adl operasi pesawat. Dalam kasus bank adl operasi kantor cabang n jumlah pegawai yg besar. Atau klo ritel adl biaya properti yg mahal n dibiayai pinjaman bank.

"PLATFORM COMPANY" sprti Gojek, Toped, or Traveloka, mrk adl ASSET-LIGHT COMPANY. Gojek misalnya tak perlu membayar gaji bulanan tukang ojol, tak seperti halnya Blue Bird. 

Begitupun UKM adalah ASSET-LIGHT company. Karena itu saya meyakini UKM bakal lebih resilient dan lebih agile dalam bermanuver menghadapi gonjang-ganjing triple disruption. 

Contohnya, di masa pandemi bisnis travel agent tiarap. Karena itu banyak UKM yang bergerak di travel agent melakukan pivot ke resto misalnya. “Kemewahan” ini tak mungkin didapatkan perusahaan besar dengan overhead yang besar.

TRIPLE DISRUPTION akan terus memakan korban. Dan korban2 awal yg akan makin sering kita dengar beritanya bbrp minggu ke depan adl prusahaan2 yg punya aset fisik besar n overhead yg berat: ASSET-HEAVY company.

Welcome ASSET-LIGHT ECONOMY.


Berawal dari artikel diatas, akhirnya terbukalah diskusi online di Grup WA IPOMS Surabaya

Please allow me to share the insightful notes from you to my university students. Thank you


Mantab... namun apakah semua bisnis harus Asset light company? Tentu tidak dong.. ada beberapa bisnis yg memang naturenya asset heavy company seperti misalnya perusahaan pertambanga, pengeboran minyak dll.. 

Apakah mereka akan terdampak dengan tripple disruption yg disebut oleh Mas Rully? Monggo diskusikan bersama.. jika ada apakah parsial atau ketiga disruption tsb secara bersama-sama?.. monggo..

Nah asset light yg memang dideskripsikan. Saya tadi sempat berpikir. Apa sistem garuda atau sriwijaya. Sebenarnya masalah karena triple atau, memang casflow mereka terganggu. Akibat pandemi. Kalau dulu setiap pesawat mampu menghidupi dirinya karena dia terbang mulu.

Berdasarkan info yg saya tau... Demand nya anjlok 90%.... Bukan faktor disruption

Nah mulai kita preteli satu persatu mana distruption mana efek pandemic. Kalau BNI saya lihatnya distruption. Kalau dunia perbankan. Perbankan lebih rentan, coba tengok kondisi skr dengan adanya mobile banking dan atm setor tunai.

bisa jadi dengan jarang terbang biaya perawatan tinggi . Untuk menekan kerugian pesawat di jadikan besi tua . Seperti yg pernah diulas oleh bapak Dahlan iskan . Kapal pesiar di besi Tuakan

Sudah cukup kan. Kebutuhan nasabah. Mau nabung ya ke mesin setor tunai. Mau ambil ya ke mesin atm. Hingga skr layanan kreditpun dalam jumlah tertentu sudah mulai online. Tak perlu datang ke bank. Nah nasabah sudah mulai bergeser kan. Lantas daripada cost sewa kantor membengkak, mulailah dirampingkan. Dari 5 cabang misal dijadikan 1 cabang. Justru yg belum terlihat efektivitas dari penggunaan satelit oleh BRI, mereka sampai invest satelit sendiri. Bisa jadi dialihkan ke anak perusahaan baru. Jadi nanti sistemnya bisa sewa kali ya.

Grab pesawat

Kalau dulu tiap maskapai punya pesawat sendiri sendiri, kedepan mereka bisa jadi sewa

lah ini di ometv buka cabang BNI di London

Filosofi kantong kiri dan kanan, kalau dalam family bussiness. Mungkin ada proyek yg didanai disana, jadi mereka dapat priveledge buka cabang. Sama seperi kalau pernah lihat bank. CTBC China kalau ngga salah. Sekitaran itu namanya. Ada juga di indo namun ya mungkin kantor perwakilan

Diskusi yang menarik

Mungkin yang juga tidak kurang menarik adalah membahas perusahaan yang telah bertahan lebih satu abad atau yang berdiri sejak abad ke-19. Banyak di antara mereka yang masih bisa tetap exist dan tentunya mereka telah melampaui berbagai tahapan disruption dalam aktifitas bisnis mereka (e.g. world wars, economic collapsed, etc.) Mungkin ada take away yang bisa diambil dari how they actually maintain the sustainability in business ...

Yang ini umur-nya 200 thn https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5592453/bumn-berumur-200-tahun-mati-suri-mungkinkah-hidup-lagi  

Ambil role model yang lebih sukses saja

Mungkin kawan2 bisa bahas tuh 3 disruption yg disampaikan dan apa batasan asset heavy company dan asset light company..Dalam bisnis, environment dan aspek  lain senantiasa menawarkan 2 dampak yaitu positif dan negatif. Case di perusahaan saya, sales demand naik tidak saja di Indonesia tp juga di dunia lain, namun logistic get negative impact.. artinya pandemi tidak selamanya memberikan negative impact tp ada ceruk2 bisnis yg get opportunities.. monggo.

Related Posts