Sunday, July 12, 2020

Memori untuk Kembali


OpinionDay #51
Oleh : Taufan Yanuar (SSG-007)

Berenam kita janjian di pagi hari untuk mengayuh sepeda bersama dengan tujuan ke Candi Pari melewati beberapa petak sawah yang hijau dan asri. Sekitar 50 meter dari Candi Pari juga terdapat candi lain yang bernama Candi Sumur. Kedua candi ini terletak di Desa Candi Pari, kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.

Candi Pari dibangun menghadap ke barat dengan panjang 13,55 m, lebar 13,40 m, tinggi 13,80 m. Candi ini merupakan candi peninggalan Majapahit yang dibangun pada tahun 1293 Saka atau 1371 Masehi, yaitu pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan masa pemerintahan tahun 1350-1389, candi ini sempat dipugar pada tahun 1994-1999 oleh BP3 Jawa Timur.

Di sepanjang perjalanan cukup banyak komunitas pesepeda yang beranjak dari atau pun yang hendak menuju ke Candi Pari tersebut.

Tiba-tiba aku teringat akan kota Banyuwangi yang pernah aku kunjungi setahun yang lalu, tepatnya bulan Juni 2019, mereka mempunyai konsep sport tourism, yaitu event sepeda internasional Tour de Ijen yang bukan sekedar menjadi event olahraga, tapi juga sebagai event pariwisata yang dibungkus sangat atraktif dan entertaining.

Dari buku Anti Mainstream Marketing yang ditulis oleh Abdullah Azwar Anas, kita bisa mengetahui bahwa hal ini bisa terwujud karena Banyuwangi sangat fokus terhadap 1 bidang, yaitu pariwisata. Dengan begitu Banyuwangi memposisikan diri dengan ujung tombak di sektor pariwisata.

Satu sisi menyelenggarakan balap sepeda internasional Tour de Ijen, di sisi lain sambil memperkenalkan pariwisata, misalnya di Ijen kita dapat menyaksikan pesona blue fire dari Kawah Ijen dimana konon blue fire ini hanya ada 2 di dunia, satunya lagi ada di Islandia. Kita bisa menyaksikan blue fire setelah 2 jam mendaki.

Lanjut turun sedikit di lereng Gunung Ijen dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut terdapat Taman Gandrung Terakota tepatnya di lahan persawahan terasering kaki Gunung Ijen, Kecamatan Licin, Banyuwangi. Taman Gandrung Terakota berdiri pada bulan September 2018, sebagai tempat untuk merawat dan meruwat kesenian tari gandrung.

Selain itu Banyuwangi juga didukung dengan banyaknya hotel dan homestay, hal ini menjadi multiplier effect dari simpul pariwisata tadi. Belum lagi wisata kulinernya, mulai dari Sego Cawuk Bu Mantih, Rujak Soto Mbok Mbret, Sego Tempong Mbok Wah atau Seafood Sobo yang lezat. Dan masih banyak lagi fasilitas yang mendukung sektor pariwisata yang berhasil menciptakan memori untuk ingin kembali.


Dan setelah satu tahun berlalu, kota Majestic Banyuwangi Festival dengan 99 event budaya Banyuwangi telah berhasil dan sukses menciptakan memori di benakku untuk ingin kembali berlibur ke Banyuwangi.

Dan jika kita tarik "memori untuk kembali" tersebut dimulai dan berawal dari fokus.

Jadi sudah siap untuk fokus?



No comments:

Post a Comment

Related Posts